KEJANG DEMAM


I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380c) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan – 4 tahun (Milichap, 1968)

B. PENYEBAB

Terjadinya kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu yang tinggi dan cepat karena infeksi diluar SSP seperti tonsillitis, OMA, furunkolosis.

C. PATOFISIOLOGI

Glukosa merupakan sumber energi terpenting bagi otak yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Dalam keadaan normal, membran sel neuron sangat mudah dilalui ion kalium, sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida sehingga terjadi perbedaan potensial membran dari sel neuron, dimana didalam sel kadar kalium tinggi dan natrium rendah.
Energi diperlukan untuk menjaga keseimbangan potensial membran dan dibantu oleh enzim Na-K-ATPase yang terdapat dipermukaan sel. Keseimbangan ini dapat terganggu oleh adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak (mekanis, kimiawi, aliran listrik)
3. Perubahan patofisiologi membran sel (penyakit, herediter)
Pada kenaikan suhu 10c mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan o2 meningkat 20 %. Pada anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh sedangkan pada orang dewasa hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion natrium dan kalium yang berakibat lepasnya muatan listrik yang sangat besar dan dapat meluas keseluruh sel maupun kemembran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadilahkejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dari rendah yaitu 380c sampai ambang tinggi yaitu 400c/lebih baru terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Kejang yang lama (> 15 menit)berbahaya akan menimbulkan gejala sisa.

D. MANIFESTASI KLINIS

• Kejang terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam.
• Sifat bangkitan tonik, klonik, tonik-klonik, fokal/akinetik.
• Kejang dapat berhenti sendiri dan anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak setelah beberapa detik/menit akan terbangun dan sadar kembali.

E. KRITERIA KEJANG DEMAM dan PENDIAGNOSAAN KEJANG DEMAM

Livingston (1954, 1963) membuat criteria dan membagi kejang demam menjadi :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion).
• Kejang umum.
• Waktunya singkat.
• Umur serangan pertama kurang dari 6 tahun.
• Fruekensi serangan 1 – 4 kali pertahun.
• EEG normal.
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever).
• Kejang lama / fokal.
• Umur lebih dari 6 tahun.
• Fruekensi serangan lebih dari 4 kali pertahun.
• EEG setelah tidak demam abnormal.
Diagnosis kejang demam secara sederhana.
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Fruekensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali .
7. EEG setelah sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
Bila kejang demam tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh criteria tersebut digolongkan pada epilepsy yang diprovokasi oleh demam.

F. PENATALAKSANAAN

1. Mengatasi kejang secepat mungkin.
Diazepam IV / perrektal.
2. Pengobatan penunjang.
• Pakaian dilonggarkan.
• Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lambung.
• Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu lakukan intubasi / tracheostomi.
• Pengisapan lendir secara teratur dan berikan oksigen.
• Cairan intravena dengan monitoring elektrolit dan metabolic
• Kompres bila hiperpireksia
• Kortikosteroid untuk mencegah demam otak
3. Memberikan pengobatan hemat
Antiepileptik : fenobarbital, fenilhidaatoin
Pengobatan ini dibagi jadi 2 bagian
a. Pengobatan profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali, pasien yang menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak jika menderita demam lagi.
b. Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.
Obat yang dipakai adalah
• Fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB/hr.
• Sodium valproat/asam valproat (epilin, depakene) dosis 20 –3 0 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis.
• Fenitoin (dilantin).
Pengobatan antikonvulsi pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti pengobatan epilepsy. Menghentikan pengobatan antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 bulan atau 6 bulan.
4. Mencari dan menobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovikasi oleh demam biasanya ISPA dan OMA.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah dirawat sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang, gangguan system pernafasan / gangguan mental, apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolic, dsb..
6. Riwayat psikososial
Tanyakan pada orang tua tentang imunisasi, apakah anak demam setelah imunisasi dan apakah bila anak demam karena penyakit tetap diberi imunisasi. Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam dan kejang serta penanganannya.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi
Pasien tampak kejang, aktivitas otot tonik, klonik, tonik klonik, fokal, akinetik berlangsung 15 menit, hipertaki.
2. Palpasi
Suhu tubuh tinggi, palpasi keadaan denyut jantung, nadi, kontraksi otot tonik klonik, tonik, klonik.
3. Perkusi
Perkusi keadaan perut, dada / paru, biasanya dalam keadaan normal, kecuali ada penyakit penyerta atau penyakit infeksi lainnya.
4. Auskultasi
Denyut jantung tidak teratur, hipotensi arterial.

C. STUDI DIAGNOSIS

Hasil normal EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal atau tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan darah tergantung penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam, gas darah arteri perlu jika terjadi distress pernapasan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap faringitis, OMA, bronchitis dll.
Tujuan : Infeksi dapat diatasi dengan criteria : suhu tubuh normal, tidak terjadi kejang.
Intervensi :
a. Kaji dan observasi vital sign tiap 2 jam
Rasional : Peningkatan suhu 38,9 – 410c menunjukkan proses penyakit infeksi akut, pola demam dapat membantu dalam diagnosa.
b. Beri kompres dingin pada daerah frontal /axilla
Rasional : Stimulus terhadap termoregulasi dihipotalamus untuk merangsang dingin.
c. Beri banyak minum
Rasional : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko dehidrasi.
d. Kenakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Rasional : Untuk memudahkan epavorasi panas tubuh.
e. Lakukan penatalaksanaan kejang apabila terjadi kejang
Rasional : Untuk mencegah terjadi kerusakan sel otak lebihlanjut dan segala sisa yang diakibatkan.
f. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotik.
Rasional : Antipiretik untuk mengangi demam denagn aksi sentralnya pada hipotalamus. Antibiotik untuk membunuh kuman infeksi.
2. Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan aktivitas kejang, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan metabolisme otak, kontriksi pembuluh darah dan asidosis laktat.
Tujuan : Kerusakan sel otak tidak terjadi dengan criteria : suhu tubuh normal, apneu, nadi reguler, kejang berkurang / hilang.
Intervensi :
a. Observasi vital sign tiap 2 jam
Rasional : Peningkatan suhu 38,9 – 410c menunjukkan proses penyakit infeksi akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosa.
a. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip lidah yang telah dibungkus kasa.
Rasional : Meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas, mencegah tergigitnya lidah.
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar anak, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.
Rasional : Untuk memfasilitasi usaha bernafas.
c. Suction lendir sampai bersih berikan O2 boleh sampai 4 ltr / mnt.
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia.
d. Bila suhu tinggi berikan kompres dingin secara intensif.
Rasional : Stimulus terhadap termoregulasi dihipotalamus untuk merangsang dingin.
e. Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan, kortikosteroid / glukokortikoid.
Rasional : Untuk mencegah terulangnya kejang kembali.
f. Kolaborasi dalam pemeriksaan EEG
Rasional :Untuk melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik.
3. Resiko terjadi distress pernapasan, apnea berhubungan dengan kontriksi pembuluh darah otak terhadap system saraf pernafasan, aktivitas kejang yang berlebihan / berat.
Tujuan : Distres pernapasan tidak terjadi dengan criteria : respirasi 18 – 22 kali /
mnt, kejang berkurang / hilang, anoksia jaringan tidak ada.
Intervensi :
b. Observasi vital sign tiap 2 jam
Rasional : Peningkatan suhu 38,9 – 410c menunjukkan proses penyakit infeksi akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosa.
a. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip lidah yang telah dibungkus kasa.
Rasional : Meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas, mencegah tergigitnya lidah.
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar anak, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.
Rasional : Untuk memfasilitasi usaha bernafas.
c. Suction lendir sampai bersih berikan O2 boleh sampai 4 ltr / mnt.
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia.
d. Bila suhu tinggi berikan kompres dingin secara intensif.
Rasional : Stimulus terhadap termoregulasi dihipotalamus untuk merangsang dingin.
e. Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan, kortikosteroid / glukokortikoid.
Rasional : Untuk mencegah terulangnya kejang kembali.
f. Kolaborasi dalam pemeriksaan EEG
Rasional :Untuk melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik.
4. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tujuan : Tidak terjadi trauma.
Intervensi :
a. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip lidah yang telah dibungkus kasa.
Rasional : Meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas, mencegah tergigitnya lidah.
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien khususnya benda-benda tajam
Rasional : Untuk mencegah terjadinya trauma.
a. Beri gelang pengaman / pagar disisi tempat tidur
Rasional : Untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
b. Anjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien.
Rasional :Memberikan rasa aman bagi pasien.
c. Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan.
Rasional : Untuk mencegah demam ulangan.
5. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan perawatan sekunder terhadap pungsi lumbal, pemasangan infus, suction, dan efek hospitalisasi.
Tujuan : Gangguan rasa aman dan nyaman teratasi dengan criteria : Pasien menunjukkan sikap kolaboratif dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat ketidakamanan dan ketidaknyamanan pasien
Rasional : Membantu mengevaluasi derajat keamanan dan ketidaknyaman
b. Beri penjelasan yang dapat dimengerti pasien.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
c. Lakukan tindakan dengan lemah lembut dan kasih saying.
Rasional : Merupakan tindakan terapeutik dan meminimalkan stress pada pasien.
d. Lakukan tindakan dengan menggunakan teknik bermain
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian dan anak tidak takut terhadap tindakan keperawatan.
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang / hilang dengan criteria : orang tua tahu dan mengerti tentang penyakit yang diderita anaknya..
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan orang tua
Rasional : Membantu mengevaluasi derajat kecemasan
b. Jelaskan tentang proses penyakit dan prognosisnya
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang normal.
c. Identifikasi mekanisme koping orang tua
Rasional : Koping yang dipakai orang tua mempengaruhi pelaksanaan program terapi.
d. Beri waktu untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : Untuk mengurangi ketegangan orang tua dan meningkatkan relaksasi.
e. Beri penjelasan tentang pencegahan dan penanganan kejang, yaitu :
• Harus selalu tersedia obat penurun panas yang didapatkan dari resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan.
• Berikan antipiretik segera apabila anak demam jangan menunggu suhu meningkat lagi, pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya.
• Jika terjadi kejang anak dibaringkan ditempat yang rata, kepala dimiringkan.
• Buka bajunya dan pasangkan gagang sendok yang telah dibungkus kain
• Setelah pasien sadar beri minum obat dan tunggu sampai pasien tenang.
• Kompres dingin bila suhu tubuh tinggi.
• Pasien diberi banyak minum.
• Apabila terjadi kejang terlalu lama / berulang walaupun sudah diberi obat segera bawa anak ke RS.
• Apabila orang tua telah diberikan obar persediaan diazepam rectal beritahukan petunjuk cara penggunaannya.
• Beritahukan orang tua jioka anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan petugas imunisasi bahwa anaknya penderita kejang demam.
• Walaupun kejang sudah lama tidak terjadi, anjurkan orang tua untuk tidak menghentikan terapi sendiri, jelaskan bahwa pengobatan profilaksis berlangsung sampai 3 tahun kemudian secara bertahap dosis dikurangi dalam waktu 3 – 6 bulan.
Rasional : Pengetahuan tambahan bagi orang tua sebagai pertolongan pertama bila anaknya kejang demam.



SUMBER
1. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
2. Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan

Komentar

Postingan Populer